Bukan Sekolah nya ...

Selamat Hari Pendidikan Nasional bagi kita semua...

kita sesapi hari ini tanpa batas profesi, karena sesungguhnya pendidikan itu dari kita semua untuk kita semua. "it take a village to raise a kid" pepatah yang sulit dicerna ketika masih ada orang tua yang berpikir "lalu untuk apa saya bayar mahal kepada sekolah untuk mendidik anak saya?". Paradigma yang masih sesat untuk semua pengharapan besar atas kualitas anak berdasarkan pendidikan formal. Hingga layak anggukan kepala jika kemudian pendidikan bukan untuk semua, masih untuk mereka yang sanggup bayar sekolah

saya harus pelan pelan menulis ini, pagi yang cukup emosional bagi saya memikirkan tentang pendidikan (sementara saya bukan siapa-siapa)

Ini bulan-bulan terakhir saat pendaftaran masuk sekolah baru, saat paling deg degan . sama deg deg an nya saat seperti akan menikah, ini bener ga sih? kurang lebih begitu rasanya.. atau rasanya seperti menempatkan sebuah dadu di meja judi, lalu hanya menatap dadu tersebut bergulir dan berhenti pada beberapa dot hitam sesuai harapan kita. sebegitukah? itukah harapan kita menempatkan anak-anak kita di institusi pendidikan? sementara iklan-iklan pendidikan dan gema-gema pendidikan idealis itu meraung-raung di kepala sampai kita pusing dan tidak bisa lagi memilih dan tahu apa yang terbaik sesungguhnya di dunia pendidikan ini.

lalu kita akan tertunduk,menghela nafas panjang dan menatap anak kita, sesungguhnya pendidikan apa yang kau butuhkan,nak?. kita sibuk mengukur diri dan berandai andai bisa jadi sesuatu yang akan memberikan kesempurnaan bagi pendidikannya

Ram Shankar Nikumbh, seorang tokoh guru di film taree Zameen Par. tidak cuman ganteng tapi berhati mulia dan punya empati seluas samudra. dia tidak menjalankan kewajibannya menjadi seorang guru karena dia sudah memilih pekerjaan tersebut, dia memilih menjadi bagian dari hidup setiap murid-muridnya. dia hadir secara intim dan pribadi bagi setiap murid nya, hingga sebuah pelukan rasanya membuatnya tenggelam di dalam bahagia lebih dari ucapan terima kasih.

siapa yang tidak ingin punya guru seperti Nikumbh? apakah sekolahnya membuat anak menjadi bintang terbang seperti ishaan awasthi? bukan! sumpah! bukan! gurunya .. itu guru nya! dan saya menulis kalimat ini dengan air mata berurai...

saya bukan pemuja guru,karena saya tahu kesempurnaan itu hanyalah milik Allah ...

tapi tahukah anda, ada.. ada guru-guru seperti Ram Shankar Nikumbh dan saya beruntung bisa berbagi tanah,udara, hati dan perasaan bersama mereka. dari mereka pulalah saya bisa banyak belajar mengenal anak saya dan memahami caranya belajar apa bakatnya dan hal-hal lain yang dibutakan oleh jargon "ibulah yang tahu segalanya tentang anak nya"

saya pernah terperangah dihujam kata-kata terdalam oleh seorang peserta pertemuan yang mengatakan "siapa bilang guru-guru itu ikon sekolah ini?" bagi saya ini perkataan tersinis sepanjang hidup saya yang pernah mampir di jidat saya sampai tidak pantas saya simpan semenit saja di hati saya,sementara dia sama dengan saya "cuman orang tua "

dengan sebuah materi yang sama, dua orang guru bisa melakukan "delivery' yang berbeda kepada murid-muridnya dan AKAN menghasilkan anak-anak yang secara  akademis berbeda pula hasilnya. tidak usah dibuktikan, pelajari saja logikanya. sehingga ketika ada hasil yang mempunyai nilai lebih tentu saja guru tersebut berhasil mewujudkan visi dan misi lembaganya.

bayangkan, sebuah sekolah yang menyatakan "inklusi" tapi kemudian menyerahkan anak dengan "disabilty' kepada lembaga lain. Terbaca jelas kompetensi guru tersebut dan tercetaklah label "sekolahnya tidak mampu menangani anak khusus". Nah ...jelas kan (pak!) yang memegang kunci adalah gurunya! bukan sekolah nya!

sementara ketika kita baru "window shopping" sekolah yang kita lihat lebih dulu pasti bungkusnya, sekolah nya ...

seorang sahabat di ibu kota yang memasukkan anaknya di sekolah konon terkenal bagus(impian saya) di wilayah selatan, kecewa luar biasa. ketika dia berusaha 'bridging' kerja sama dengan guru kelas anak nya sebagai upaya menyamakan visi sehingga di rumahnya dia tidak "belang" mendukung proses belajar anak nya, yang dia dapatkan justru reaksi yang ajaib/di luar dugaan/ mengejutkan "oh, jadi selama ini anak ibu disleksia?!?! pantesan ga bisa baca!" ....

sekolahnya atau guru nya?

sekarang jari jari saya dan otak saya mulai longgar, saya sendiri sedang tenggelam dalam bayangan warna warni pendidikan saat ini. saya beruntung bisa menyekolahkan anak saya ke sekolah tanpa gedung bagus mewah yang punya lapangan futsal atau kolam renang sendiri. saya beruntung anak saya bisa punya guru-guru yang seperti ayah bunda tambahan dalam hidupnya, meski kemudian  kekhawatiran masih antri di batin saya, jika dia SMP kelak, SMA kelak akan kah dia tetap akan menemukan guru-guru luar biasa yang jadi bagian hati dan hidupnya?

saya, stake holder pendidikan indonesia punya tanggung jawab panjang (versi orang tua) untuk mencari guru di sekolah manapun yang peduli dengan anak,hidupnya, pendidikannya dan karakternya sehingga saya bisa bekerja sama memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak saya

saya membayangkan anak saya di sekolah saat ini, sedang dengan pensil segitiganya dalam bimbingan bu guru dan pak gurunya dan saya seolah sedang berkata pada nya "saya dan guru mu tahu apa kebutuhan pendidikan mu,nak"

Selamat Hari Pendidikan Nasional ...

 

 

Comments

sekolah makin mahal...berjuta-juta...kalau jaman dulu sudah bisa buat biaya kuliah, skrg mah cuma SDIT atau bahkan TK saja :( Itupun blm tentu kualitas para gurunya.....

Popular posts from this blog

Dawwi, Disleksia dan Akomodasi UN

Jangan Rusak Perkembangan Anak