antara idealisme dan kenyataan

Sebuah hal menarik membuat saya memiliki paradigma baru tentang konsep pendidikan di indonesia.

Begini ceritanya..
Tadi siang dalam sebuah parenting terbatas untuk pembukaan kelas khusus Disleksia yang telah diakui dan disetujui keberadaannya oleh diknas propinsi jawa barat, pembicara tamu dari diknas menpresentasikan tentang desain pendidikan inklusi 'versi' diknas. Saya suka sekali, sesuai dengan impian saya selama ini.

Jadi Ternyata, apa yg disampaikan tadi sungguh program yang sangat ramah anak secara individual, menghormati semua potensi anak dan hak-hak nya untuk mendapat perlakuan pendidikan secara pribadi. Saya kagum, sebenarnya dengan program tersebut, negara sudah memfasilitasi setiap anak utk berkembang sesuai dengan kompetensinya, tidak memaksa mengikuti program/kurikulum yg 'mubadzir' di masa depan anak ... Saya tersenyum, kemana saja informasi ini all the time going?. Kemudian disampaikan meski kenyataan 'tak seindah daun kelor' di lapangan, sebagai orang tua yang mengidam2kan pendidikan ideal bagi anaknya, ini adalah harapan yang indah.

Namun, sayangnya informasi bagus ini tidak sampai sebagaimana mestinya ke tingkat kota/kabupaten, sehingga degradasi ini juga merambat ke satuan pendidikan (sekolah) di tingkat kota apalagi hingga ke kabupaten. Sialnya, ... :p ... Kekuatan penguasa daerah juga menentukan jalannya program bagus ini. Sukabumi sudah terbuka, bogor sudah terbuka ... Bandung belum ... (Sibuk dengan penghargaan kepariwisataan, tadi liat bannernya di depan BalKot).

Sang Pembicara mengakui, realita ini kendala teknis yg harus dihadapi dan diperjuangkan. Namun sulit jika paradigma stakeholder penyelenggara pendidikan belum memaknai konsep inklusi sebagaimana hakikatnya dan merubah cara pandang terhadap target pencapaian per murid ..

Banyak yang belum mengetahui (apalagi orangtua barangkali) apa fungsi Ujian-ujian yang ada selama ini. Saya juga kaget (shallow banget :p) ternyata ujian -ujian tersebut ga ada hubungannya ama anak, semua sifatnya secara regional atau nasional hanya untuk memetakan dimana posisi sekolah atau bagaimana program2 pendidikan yg didesain lembaga tersebut efektif terhadap anak (indonesia), sialnya (lagi) kok anak-anak yang kena getah nya hahhaha ...

Hal lain, menyoal rata-rata nilai anak, tidak kah kita merasa sangat tidak 'apple to apple' kalo nilai matematika, bahasa,olahraga, kesenian di ambil summary nilainya utk mendapat nilai rata2 performance anak. Kalau menilik ke multiple intelegensia, bukankah tidak semua anak bisa punya nilai rata pada setiap mata pelajaran? Sehingga kasian sekali kalo matematika 2 dan keseniannya 10 , nilai rata2 dia cuman 6! Sehingga keberbakatan dia di bidang seni ga ada artinya sama sekali! ..

(Jadi selama ini NEM itu ga menghargai potensi anak ya :p)

Makanya, yang tadinya (cieeeehh ...) saya ga pro ama 'pendidikan nasional'. Jadi ngerti, itu bukan yang saya ketahui selama ini, I judged diknas for nothing! Saya sama seperti masyarakat lainnya yang menganggap Ijazah itu luarbiasa!

Namun, jadi satu2 nya yang ngerti dan paham di tengah pandangan masyarakat yang masih 'jaman dulu' juga tidak akan membantu reformasi pendidikan ini lebih cepat ...

Saya share ini, dengan harapan semakin banyak orang yang tau 'impian' tentang pendidikan yang baik ini. Yuk, cari informasi yang benar dan mengelola informasi yang benar (terutama, Hai anda yang ada di diknas ringkat kota/kabupaten) sehingga masyarakat bisa kasih dukungan dan pengawasan agar proses pendidikan anak2 kita ini sesuai tepat dan membangun potensi anak ...

Comments

Popular posts from this blog

#IndonesiaJujur Ketika Maling berteriak "Maling"

Baby Step

Ketika Waktunya Tiba